Saturday, January 9, 2010

Penerobos GBK, Pahlawan


Jumat, 8/1/2010 | 13:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com

Ny Mumun (48) histeris melihat anaknya, Hendri Mulyadi (20), tengah diseret polisi ke luar, lapangan Gelora Bung karena menerobos masuk ke lapangan pada saat tim Indonesia melawan Oman, Rabu (6/ 1/2010).

Sehari kemudian tanggapan terhadap aksi nekat Eji, panggian akrab Hendri, ramai di milis ataupun Facebook. Sebagian besar memuji Eji sebagai pahlawan karena keberaniannya memprotes tim Indonesia yang selalu kalah saat bertanding. Eji kesal dan geram terhadap perkembangan persepakbolaan di Indonesia yang cenderung merosot.

Namun, aksi nekat Eji ini justru membuat shock keluarganya. "Bu Mumun menjerit histeris melihat anaknya melakukan tindakan nekat seperti itu," ujar tetangganya.

Ny Mumun yang ditemui di rumahnya di Kampung Serang RT 02 RW 01, Serang, Cikarang Selatan, Bekasi, Kamis (7/1/2010) malam, mengatakan, melihat anak bungsu dari tiga bersaudara bertindak di luar kebiasaannya itu, dia langsung kaget. "Anak saya biasanya cuma menangis kalau diomelin, tiba-tiba melakukan tindakan seperti itu makanya saya kaget sekali," ujar Mumun.

Seperti diberitakan sebelumnya, Hendri nekat menerobos lapangan sesaat sebelum berakhirnya duel Indonesia versus Oman, Rabu. Dia turun ke lapangan langsung menggiring bola ke arah gawang Oman. Sayangnya, tembakannya gagal karena bola yang diarahkan ke gawang Oman ditepis oleh penjaga gawang Ali Al-Habsi.

Menurut sang ibu, anaknya adalah santri di Pondok Pesantren Nurul Islam Nihayatul Amal, Cikarang. Dia adalah alumnus SMA Negeri 1 Cikarang tahun 2007. Sejak lulus dari SMA, Eji memilih ikut pendidikan di pesantren asuhan Kiai Masduki. "Sifatnya pendiam, dia tak pernah marah apalagi emosional," kata Mumun.

Terhadap sepak bola, diakui Mumun, kalau anaknya memang senang bermain bola. Sejak kecil Eji bercita-cita masuk sekolah sepak bola. "Namun, karena tidak punya biaya, cita-citanya itu tak kesampaian," ujar Mumun.

Komunikasi putus

Menurut Mumun, pada hari pertandingan antara Indonesia dan Oman, anak bungsunya itu pamitan untuk menonton. Dia bersama dua temannya naik angkot dari rumahnya menuju terminal Cikarang, Bekasi, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Jakarta menggunakan bus.

Sejak kejadian itu, Mumun dan keluarga lainnya berusaha menghubungi Eji, tetapi handphone-nya tidak aktif. Kegelisahan Mumun makin menjadi-jadi karena anaknya dibawa ke kantor polisi. "Saya menangis, anak saya mau diapain? Apa anak saya mau dihukum," kata Mumun.

Namun, setengah jam kemudian Mumun berhasil menghubungi anaknya. "Di telepon dia menangis, minta maaf pada saya telah menyusahkan orangtua. Saya sedih mendengarnya akhirnya saya ikut menangis," ujar Mumun.

Untungnya sekitar pukul 01.00, anaknya menelepon lagi. "Kata anak saya polisi sudah melepasnya. Ada polisi yang kasihan kepada anak saya, bahkan sampai diantar ke pintu tol Bekasi Barat. Saya dengan beberapa tetangga menggunakan mobil pinjaman menjemput di pintu tol," tambah Mumun.

Sekitar pukul 02.00, Eji datang diantar mobil polisi. Kata polisi, anaknya sudah dikembalikan. "Saya kasih pak polisi uang Rp 500.000, tetapi dia menolak katanya itu sudah tugas polisi. Saya bersyukur dan berterima kasih kepada pak polisi yang mengantar anak saya," kata Mumun.

Sesampainya di rumah, Eji langsung makan dan tidur. "Dia tidak bilang apa-apa. Keesokan harinya Eji dijemput wartawan untuk wawancara televisi," ujar Mumun.

Menyesal

Henri menyesali aksi nekatnya itu. Tindakannya itu tak hanya membuat dia harus berurusan dengan polisi. "Tentu saya ada perasaan menyesal. Saya telah menyusahkan keluarga, terutama orangtua," ujar Hendri.

"Bukan motivasi saya menerobos ke lapangan, tetapi karena saya sangat kecewa dengan penampilan tim nasional. Enggak tahu kenapa saya bisa melakukan itu. Mungkin masyarakat Indonesia juga kecewa, Indonesia kok enggak pernah menang. Mungkin saya saja yang berani berbuat nekat seperti itu," imbuh pemuda berusia 20 tahun itu.

Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Pusat Komisaris Suwondo Nainggolan, Kamis siang, mengatakan sudah memulangkan Hendri ke rumahnya. "Kami telah memulangkan dia sekitar pukul 22.30," ujar Suwondo.

Menurut Suwondo, Hendri tak ditahan dan cuma diamankan karena khawatir bakal jadi bulan-bulanan massa penonton. Buktinya, walau aksinya itu mendapat standing applaus dari sebagian suporter, tetapi ada juga yang suporter yang marah dan melemparinya dengan botol plastik minuman mineral ketika dia digiring keluar lapangan.

Tindakan Hendri itu sempat menimbulkan tanda tanya karena dia meloncat di dekat polisi yang berdiri menghadap tribun penonton, tetapi polisi tidak bereaksi sama sekali. Para penonton yang duduk di dekatnya, di tribun Kategori I tepat di samping kanan tribun media massa dan VIP Barat, justru menyemangati aksi nekat Hendri.

Polisi juga tidak bereaksi ketika Hendri berlari di lintasan atletik dan di antara bangku pemain cadangan Indonesia dan Oman. Petugas yang pertama kali memberikan reaksi adalah wasit kedua, Mu Yuxin dari China. Dia terkejut ketika menyadari ada penyusup tepat di belakangnya. Mu langsung mengangkat bendera dan meniup peluit agar pertandingan dihentikan.

Striker Boaz Solossa sempat menghalang-halangi Henri agar tidak melanjutkan aksi, tetapi karena khawatir bakal terjadi peristiwa yang tidak diinginkan Boaz memilih bergabung bersama pemain ke tengah lapangan.

Hendri akhirnya dibekuk oleh polisi dan match commissioner di depan gawang Ali Al-Habsi, setelah gagal menjebol kiper Oman milik Bolton Wanderers itu. "Saya minta maaf atas ulah saya ini kepada masyarakat sepak bola di Tanah Air. Saya kecewa atas prestasi tim nasional yang tidak pernah menang, selalu kalah bahkan selalu seri," ujar Eji.

Hebat, Kabupaten Kendal Rilis OS Lokal

Jumat, 8 Januari 2010 | 14:51 WIB JAKARTA, KOMPAS.com

Hari Minggu mendatang (10/1/2010), kabupaten Kendal akan meluncurkan sistem operasinya sendiri, distro lokal. Begitu informasi yang kami terima di sebuah milis. Nama sistem operasi itu adalah KGOS, alias Kendal Goes Open Source. Sistem operasi berukuran sekitar 2GB ini dikemas dalam sebuah DVD dan ditujukan untuk masyarakat Kendal.

Besar? Ya, karena sistem operasi ini sudah disertai beberapa aplikasi. Aplikasi-aplikasi penyerta ini cukup lengkap, terdiri dari aplikasi perkantoran Open Office 3.1.1, GIMP, Inkscape, Scribus, Blender (pengolah foto, desain vektor, desktop publishing), music player Audacious2, video player VLC Media Player, aplikasi pemercantik desktop Compiz, Emerald, AWN Manager, Screenlets Start-Up Manager, browser Firefox, Chromium, aplikasi chatting Kopete, aplikasi webcam Cheese Webcam Booth, dan aplikasi FTP Filezilla, serta emulator Windows Wine. Sedangkan aplikasi untuk pendidikan , terbundellah Childsplay, TuxPaint, Kalgebra, Kalzium, Marble, Stellarium.

Mirip Ubuntu? Memang. Sebab KGOS sebenarnya bukanlah benar-benar baru. KGOS, begitu tertulis dalam siaran persnya, dirancang ulang (remastering) dari sistem operasi Linux distro Ubuntu 9.10. Alhasil, software yang menyertai KGOS pun identik dengan bawaan Ubuntu 9.10.

Nah, upaya masyarakat Kendal untuk menggunakan dan menyebarkan sistem operasi dan software yang legal ini patut dihargai dan ditiru. Yang juga membanggakan, KGOS berasal dari tim pengembang open source di SMA Muhammadiyah 1 Weleri. Sekolah ini sejak Agustus lalu memang telah memigrasikan semua software komputer dan laptopnya ke open source, serta mengadopsi sistem operasi Sabily hasil remastering dari Ubuntu 9.04. Melalui Sabily, sekolah ini bisa menghemat Rp 300 juta untuk pembelian software.